Di Balik #BIJITrip

Ngga cuma sekali atau dua kali aku ditanya kenapa aku berani traveling sendirian. Traveling sendirian itu menyenangkan koq, karena ngga perlu merepotkan orang lain dan bisa belajar dalam banyak hal. Waktu aku memutuskan untuk melakukan perjalanan selama 7 minggu di Eropa, aku udah tau apa yang bakal aku dapat. Selain pengalaman, kesulitan pasti ada. Aku sengaja pergi ke negara yang mayoritas penduduknya bisa berbahasa Inggris, atau bertemu teman yang bisa berbahasa lokal karena sudah lama tinggal di sana. Waktu SMA, aku dapat mata pelajaran bahasa Jerman tapi aku dapat nilai jelek karena sulit (menurutku sih gitu), cuma paham kata-kata umum dan itupun cuma ingat beberapa. Aku merasa aman, nyaman dan sejahtera ketika sampai di London. Yang menjadi tantangan adalah aksen British yang aku dengar, sedangkan selama ini aku belajar bahasa Inggris dengan aksen Amerika. Setelah seminggu lebih di London, aku sedikit demi sedikit bisa menyesuaikan percakapan sehari-hari dengan menggunakan aksen British. 

Dan ngga sekali atau dua kali aku diminta untuk menunjukkan kartu identitas sebagai bukti bahwa aku sudah cukup umur untuk masuk ke bar dan membeli bir, atau bahkan membeli rokok di kios dekat hostel saat #BIJITrip. Penampilan memang menipu, kalau kalian ketemu aku secara personal, kalian juga ngga bakal percaya aku sudah berusia segini *elus-elus pipi*

Dan buat kalian yang liat foto-fotoku selama perjalanan, pasti mikirnya asik karena aku bisa jalan-jalan ke destinasi (yang mungkin adalah) impian kalian. Sebagai orang yang kadang-kadang buta arah, ditunjukin jalan pakai peta cetak adalah tantangan. Belum lagi ketika harus ke stasiun kereta dengan menggunakan trem sambil menggeret koper yang beratnya 20kg. Buat kalian mungkin ngga berat, tapi buat aku yang badannya lebih kecil dari anak SMP jaman sekarang, geret koper dengan berat segitu sejauh beberapa ratus meter cukup menguras air mata, belum lagi harus naik tangga. Naik transportasi umum salah satu cara menghemat selama di negara orang. Selama #BIJITrip, aku ngga pernah sekalipun naik taxi. Untungnya di London sudah khatam naik underground train, secapek dan sejauh apapun tetap naik kereta karena kalau naik taxi takutnya kena jebakan Fake Taxi #lah #digampar

Untuk urusan bahasa, Alhamdulillah selama #BIJITrip ngga ada masalah. Karena kebanyakan orang di hostel, cafe dan layanan publik lainnya bisa berbahasa Inggris. Waktu di Amsterdam, ada salah satu tamu hostel dari Jerman kemampuan bahasa Inggrisnya pas-pasan tapi masih bisa berkomunikasi dengan baik. 

Selama #BIJITrip, aku kena demam tinggi dua kali. Cuma bisa tiduran di kasur hostel dan minum air mineral yang banyak, tapi yang namanya nginep di hostel, ngapa-ngapain mesti dilakukan sendiri. Dengan badan lemes, mau ngga mau keluar kamar beli makan. Lalu kembali istirahat. Dan selama aku di London, berkali-kali ngalamin yang namanya hasrat mandi sedang besar, tapi kamar mandi di lantai kamar hostel lagi dibersihin. Daripada balik lagi ke kamar dan keburu males lalu berujung ngga keluar untuk jalan-jalan, akhirnya pergi ke kamar mandi di lantai lain. 

Soal pengeluaran? Itu pinter-pinternya kita sih. London kota yang mahal, mahal banget. Untuk makanan di pinggir jalan seperti waffle dan kebab, seporsinya bisa lebih dari 3 GBP tapi porsinya bejibun. Kalau milih hostel yang menyediakan free breakfast, harus dimanfaatkan sebaik mungkin karena untuk jajan aja cukup menguras dompet. Pokoknya, kalau kalian banyak mau alias BM, pasti uang cepat habis. Belum lagi pengeluaran tak terduga. Beli DVD, vinyl, tiket konser atau pergi ke rumah temen yang di luar jangkauan dari tiket langganan kereta yang udah dibeli. Misalkan, aku beli tiket kereta mingguan dari zona 1 ke zona 4, trus karena males balik ke hostel pengen nginep di rumah temen yang mana jaraknya lebih jauh dari hostel (baca: zona 5 atau 6) dan itu pasti butuh saldo tambahan di kartu kereta. Kalau traveling ke kota mahal, mending jangan BM kecuali sengaja nabung banyak buat hura-hura.

Bertemu dengan orang-orang baru di Couchsurfing Meeting itu seru, bisa berkenalan dengan traveler dari berbagai negara dan orang lokal yang ramah sekaligus menyebalkan. Ada? Wooogh jelas. Aku pernah mengalam kejadian yang menyebalkan saat datang ke CS Meeting London sebelum kembali ke Jakarta. Selama 3 minggu di London, aku datang ke acara itu setiap minggunya dan berkenalan dengan pengunjung tetap, jadi ada perasaan ngga begitu asing dengan acara tersebut. Karena kereta terakhir jam 12 malam, aku selalu pergi dari venue sekitar jam 11 malam. Meskipun acara itu diadakan setiap hari Rabu, penumpang kereta sebelum jam kereta terakhir selalu ramai. Di CS Meeting yang aku datangi sebelum kembali ke Jakarta, aku bertemu dengan seorang teman yang aku kenal di acara tersebut, namanya Taio, asal Nigeria, dan dia sudah lebih dari 2 tahun tinggal di London. Kami ngobrol banyak bersama teman-temannya yang lain. Di sisi lain bar sedang mengadakan pesta dan Taio mengajakku untuk bersenang-senang bersama untuk terakhir kalinya. Karena harus pulang naik kereta, aku hanya minum satu botol bir, jadinya ngga goyang-goyang amat lah, masih bisa jalan lurus. Tiba-tiba...! Aku ditarik oleh seorang cowok yang entah dari mana asalnya untuk mengajak ke lantai dansa, karena dari cara bicaranya udah keliatan banget dia mabok, aku menolak dan mengajak Taio untuk menemaniku tapi apa daya Taio sedang ngobrol dengan temannya dan ngga mendengar aku memanggilnya berkali-kali. Yang jelas cowok ini bukan tamu CS Meeting karena setiap tamu CS Meeting pasti memakai stiker yang bertuliskan nama dan negara/kota asal. Gawatnya, tangan nih cowok udah kemana-mana. NOOOOO! Mau mukul juga, tanganku udah kekunci sama dia. Mana kenceng banget pula. Mau ngga mau... aku injek kaki dia dan kabur ke arah Taio.

"Hey Nuri! Aku..." kata Taio

"Kamu mau pulang? Aku bareng yah!", kataku dengan wajah panik

"Kamu ngga apa-apa?", tanya Taio

"Ada cowok aneh, Taio! Kamu jangan jauh-jauh!"

Taio ngeh, cowok mana yang aku maksud dan cowok itu segera pergi menjauh, "Ya sudah, kamu ambil coat dan tasmu sekarang"

"Okay, tunggu yah!"

Itu kalo ngga ada Taio sih... bisa-bisa kelar! Karena Thomas, teman dekat Taio yang aku kenal juga, udah balik duluan karena harus mengerjakan tugas kuliah. Badan Thomas lebih tinggi dan lebih besar dari Taio, dan kami akrab semenjak berkenalan di CS Meeting London pertama kali aku datang. Semenjak itu agak parno sih untuk dateng ke situ lagi, tapi saat aku kembali ke London bulan Januari lalu, aku menghubungi teman-teman untuk jalan bareng mengelilingi kota atau berkunjung ke bar.

Hikmahnya? Meskipun suka bepergian sendirian, banyak-banyakin kenalan sama orang setempat atau hubungi teman yang tinggal di sana dan minta mereka menjadi emergency call. Tapi kalo kasusnya di bar kayak di atas gitu sih, mending lapor petugas keamanan setempat.

Tapi aku ngga kapok bepergian sendirian, karena tergantung dari negara tujuan juga. Siapa tahu di volunteer trip ke Nepal nanti ada relawan yang kece #teteuuuuuup.

Insha Allah berangkat ke Nepal tanggal 18 April dan bakal mengabiskan waktu dengan menjadi guru bahasa Inggris dan Seni di sebuah rumah yatim piatu di Kathmandu selama 4 minggu. Semoga lancar, bisa mendokumentasikan kegiatan dengan bagus, ilmu yang dibagi ngga melenceng dari norma dan agama #uwopoiki serta bisa kembali ke Jakarta dengan utuh, selamat dan sehat wal'afiat.

AAMIIN!

Comments

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Ketika Kita Sendiri yang Membuat Jalan Buntu