#BIJITrip. London: Bawah Tanah, Membunuh Waktu dan Nol Celsius di Pagi Hari

Setiap kali aku ditanya kenapa aku begitu berani pergi sendirian ke 6 negara dalam waktu 7 minggu, jawabanku cuma satu: Patah Hati. Bukan. Bukan karena aku punya banyak uang. Rejeki ngga akan kemana-mana kalo kita bisa sabar dan yakin rejeki kita ngga akan ketuker. Setiap kali aku berjalan mengelilingi pusat kota, aku selalu berusaha untuk membuat pikiranku sibuk. Aku banyak menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dan aku menikmati kota-kota yang sudah aku kunjungi. Terutama London. Oh, ngomong-ngomong, "Trip Patah Hati" atau "Broken Heart Trip" yang diberi nama #BIJITrip ini terinspirasi dari cerita seorang teman bernama Willy Irawan. Beberapa tahun lalu dia solo trip ke Eropa selama sebulan karena patah hati. Makasih ya Wil, atas inspirasinya :p

Beberapa hari sebelum aku pergi, aku dan temanku berbagi cerita betapa inginnya kami berdua mengejar impian kami yang berada di kota London. Kami berdua yakin, suatu hari kami bakal bertemu di sana meskipun belum tahu kapan. London memiliki apa yang kami inginkan dan butuhkan. Bukan untuk berfoya-foya apalagi bermabuk-mabukkan, tapi murni untuk mengejar impian. Ngga percaya? Percaya aja deeeeh #apeu

Traveling sendirian itu perkara menguji keberanian, bukan tentang materi. Ada yang suka traveling dan punya banyak uang tapi ngga bisa traveling sendirian karena takut nyasar, ngga bisa berkomunikasi dengan orang lokal dan mengalami kesulitan yang lain. Dan traveling sendirian itu ngga mudah, karena hanya mengandalkan diri sendiri. 

Sebenarnya bulan Oktober adalah bulan yang kurang tepat untuk traveling ke Eropa buat orang yang ngga begitu kuat dingin seperti aku. Saat aku tiba di Amsterdam, suhu udara sehari-harinya sekitar 15 derajat Celsius, begitu aku tiba di London bulan November pertengahan, ternyata suhunya lebih sadis. Sehari-harinya bisa mencapai 5 derajat Celsius di siang hari, malamnya menurun hingga 0 derajat Celsius. Salah satu sahabatku tinggal di Berlin dan aku udah janji sama dia untuk mengunjunginya setelah aku lulus kuliah dan wisuda, kalo ngga karena janji sih aku bakal ngelakuin #BIJITrip pas musim panas. Khan enak tuh, ngga perlu bawa baju tebal dan boots. Emang dasar orang tropis, ngga bisa kena dingin dikit #selftoyor. 

Tapi ngga ada ruginya juga aku pergi menjelang musim dingin, karena saat aku jalan-jalan di pusat kota London, aku melihat salju turun di sore hari. Awalnya pengin berseru kegirangan karena itu pertama kalinya aku melihat salju turun dari langit tapi aku tahan biar ngga kampring, eh ternyata orang-orang di sekitarku juga berseru kegirangan. Ternyata, dalam beberapa belas tahun terakhir, pusat kota London hampir ngga pernah dihujani salju. Bahkan ayahku yang sempat tinggal di London selama beberapa tahun, belum pernah lihat hujan salju di kota London. Oh yeah, I'm a lucky bastard!


Aku menghabiskan waktu selama 3 minggu di London, menginap di sebuah hostel yang ngga jauh dari Russell Square Underground Station. Mengawali hari kebanyakan dengan suhu nol derajat Celsius, secangkir kopi dan sebatang rokok. Setelahnya, pergi ke stasiun kereta dengan tujuan yang ngga tentu. Namanya juga pergi sendirian, mau kemana aja terserah. Memang sih, dalam waktu 3 minggu aku bisa pergi ke berbagai kota supaya ngga ngerasa bosen. Tapi entah kenapa dari awal aku ingin tinggal lebih lama di London. Padahal pengeluaran selama di London bisa dipakai buat ke 2-3 kota lain selama 3-4 hari. Aku membunuh waktu dalam kereta dengan membaca buku dan mendengarkan musik, begitu juga saat berjalan-jalan. Memotret sambil mendengarkan lagu. Terus seperti itu selama 3 minggu. Terkesan monoton, tapi menyenangkan. Dan hal seperti itulah yang aku inginkan di saat aku butuh waktu untuk menyendiri. Kemudian aku berpikir, mungkin Willy merasa seperti ini juga ketika dia solo trip ke Eropa selama sebulan. Dipicu oleh patah hati yang kemudian membuat dia (dan aku juga) terdorong untuk berani keluar dari "Zona Nyaman" dengan melakukan solo trip #pret.

Apa yang bisa kamu harapkan ketika kamu berada di kota yang jauh dari rumah dalam waktu lama, dan di saat itulah kamu tau betul apa yang bisa membuatmu terhibur bahkan membuatmu sedih sekaligus? Kamu cuma bisa mengharapkan dirimu sendiri untuk mengerti apa yang kamu mau di saat ngga ada orang yang berani melarangmu untuk pergi kemanapun kamu mau, melakukan apa yang kamu suka, dan berbicara kepada orang asing berwajah sayu dan ramah meskipun kamu diajarkan untuk ngga melakukan itu.


Ada juga saat di mana aku membunuh waktu dengan bercangkir-cangkir kopi di sebuah cafe yang kecil sambil menulis kartu pos untuk teman-teman, lalu dilanjutkan dengan membaca buku sampai bosan. Serta saat di mana aku mengobrol dengan kedua sahabat via Line. Aku di London, yang satu di Jakarta dan yang satu lagi di Sydney. Meskipun perbedaan waktu sangat jauh, kami selalu mencari waktu yang tepat supaya bisa mengobrol dengan lancar.



Aku ngga pengin pulang. Aku sama sekali ngga ada keinginan untuk pulang. Tapi aku harus. Hanya dalam waktu 3 minggu aku berkenalan dengan banyak orang dan sedih rasanya ketika mereka memintaku untuk tinggal lebih lama tapi aku harus meninggalkan mereka. 

Sampai bertemu lagi, London! Meskipun kamu menguras harta tanpa tahta, kamu membuat saya bahagia!

Comments

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Ketika Kita Sendiri yang Membuat Jalan Buntu