Bhutan Expedition: Phobjika

Yang namanya itinerary, pasti ada perubahan kapan saja, bahkan H-1 dari itinerary yang sudah ada. Seharusnya hari ini aku berkunjung ke sebuah kuil kecil di mana para biksu melakukan ibadah di pagi menjelang siang hari, kalo muslim sih menyebutnya "Solat Dhuha". Tapi karena hari itu adalah hari sekolah, jadi aku dan peserta yang lainnya berkunjung ke... SEKOLAH! YEAY! Beberapa hari sebelumnya aku sering melihat beberapa anak kecil memakai seragam sekolah tetapi aku melihat adanya gedung atau bangunan sekolah terdekat. Ternyata, untuk mencapai sekolah, para murid berjalan 1 jam lamanya dari rumah mereka. Dan salah satu sekolah yang menjadi tempat kunjungan kami adalah sekolah yang mendapat dukungan dari National Geographic Society, berupa komputer, printer dan kebutuhan lainnya.






Untuk menuju ke bangunan sekolah, terletak tidak jauh dari jalan besar dan kami melewati sebuah jembatan kecil yang terbuat dari kayu. 



Sekolahnya dikelilingi lembah di Phobjika, matahari menyapa sepanjang hari, tapi jika memasuki musim dingin dan bersalju, sekolah bisa diliburkan selama 3 bulan, sampai musim salju selesai. Bangunannya sederhana, dihias dengan ukiran kayu berpola khan Bhutan di setiap kusen pintu kelas.




Ternyata kedatangan kami merupakan jam bebas untuk mereka, setelah memasuki beberapa kelas dan jam bebas dimulai, para murid berhamburan keluar untuk bermain dengan kami. Jimmy, salah satu guide kami mengajak beberapa murid bermain bola voli di "lapangan" sekolah. Dan murid perempuannya bermain engklek di atas lahan yang berpasir.




Di Bhutan, seragam sekolah perempuan berwarna hijau dengan menggunakan model baju tradisional mereka. Untuk perempuan, disebut Kira. Sedangkan untuk laki-laki, disebut Gho.




Kami bermain di sekolah sekitar satu atau dua jam, menurutku, memotret kegiatan orang-orang adalah hal yang paling menyenangkan saat mengunjungi ke negara mereka karena itu adalah momen yang tepat untuk berinteraksi dengan orang lokal, apalagi orang lokalnya juga bersahabat meskipun membutuhkan bantuan guide untuk menerjemah apa yang ingin aku katakan ke mereka.

Selama di Bhutan, bertemu mereka adalah hal yang paling menyenangkan karena dengan melihat kehidupan mereka yang sederhana dan hidup dengan apa adanya, mereka bisa bahagia. Itu membuat aku sangat bersyukur dengan apa yang aku punya sekarang.


Comments

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Menantang Raga Mungil untuk Coldplay di Sydney