#NuriDiLondon. Berkunjung Ke Rumah Sang Detektif dan Mengejar Sang Musisi Melankolis

Awalnya ibu berusia 40 tahun itu berniat untuk menitipkan tasnya karena dia harus mengambil kopinya yang sudah jadi, tetapi karena kami berdua sama-sama orang Asia Tenggara yang bisa bercakap dalam bahasa Inggris, akhirnya kami ngobrol panjang lebar sampai boarding call. Ibu itu bernama Lorna, asli Phillipina. Dari bercakap mengenai jilbab sampai kebaya yang akan gue pakai untuk pernikahan gue nanti. Beliau takjub dengan pakaian adat jawa yang gue perlihatkan melalui sebuah foto. Dia bilang, "Pakaian adatmu indah sekali, pasti pesta pernikahanmu nanti akan berkesan seumur hidupmu". Gue tersenyum simpul. Kami mengobrol lama sampai akhirnya kami dipisahkan oleh boarding call. Beliau kembali ke negaranya, sedangkan gue kembali ke Jakarta melalui Dubai. Baiklah,
sekarang gue akan membawa loe ke sebuah perjalanan gue yang pada akhirnya gue bertemu dengan Ibu Lorna di bandara Heathrow, London.


Ini kunjungan gue ke dua kalinya ke kota London. Katakanlah gue banci konser tingkat langit ke tujuh, gue ke London untuk menonton sebuah konser. Sama seperti yang gue lakukan di bulan November tahun 2012 untuk menonton konser Coldplay.

Gue mengawali hari di sebuah daerah bernama Colindale, terletak di zona 4 kota London. Semakin besar angka zonanya, semakin jauh dari pusat kota. Gue mengisi ulang kartu Oyster yang gue beli pada kunjungan pertama ke London pada tahun 2007. Untuk satu minggu, isi ulangnya seharga 43 GBP dan itu bisa loe pakai untuk underground train (orang lokal menyebutnya "tube") dan bis kota berwarna merah yang menjadi icon kota London. Colindale memang jauh dari pusat kota (zona 1 dan 2), melalui sekitar delapan sampai sembilan stasiun, tergantung tujuan. Dari Wisma Indonesia, tempat gue tinggal selama seminggu, cukup berjalan kaki selama 10 menit ke stasiun kereta Colindale. Tapi semangat gue terpatahkan begitu saja karena suhu setempat menunjukkan 8 derajat Celsius serta hujan sepanjang hari. Gue memakai pakaian setebal dan senyaman mungkin agar bisa menikmati perjalanan di kota. Dengan bantuan seorang teman, gue sampai di stasiun Tottenham Court Road yang mana bisa dicapai dengan sekali naik kereta dari Colindale menuju Morden via Charing Cross. Dari situ kami berjalan-jalan menuju Oxford Road dan Soho untuk mencari beberapa toko (baca : titipan). Karena teman gue ada kuliah dari jam satu siang sampai jam tiga sore, gue sempat berjalan sendirian. Kami berpisah di Baker Street Station. Dia pergi ke kampus sedangkan gue pergi ke The Sherlock Holmes Museum. Sebagai penggemar berat Sherlock Holmes, loe pasti tau bagaimana rasanya menginjakkan rumah sempit yang bertingkat tiga yang penuh dengan cerita itu. Meskipun gue diguyur hujan selama kurang lebuh 30 menit karena antrian panjang, rasa capek terbayar dengan rasa puas meskipun kunjungan dibatasi selama 15 menit per rombongan yang masuk.

London-1710

London-1711

London-1720

London-1727

London-1733

Sayangnya, gue harus kembali ke Wisma Indonesia tanpa bertemu kembali dengan teman gue. Kaki dan tangan gue membengkak dan memerah perih karena alergi dingin. Setelah berbagi sedikit cerita di path, admin @KartuPos, Kenny, menyarankan untuk menonton teater musikal Billy Elliot. Dan gue pun nonton keesokan harinya. 

Billy Elliot diadakan di Victoria Palace, loe tinggal ngesot dari Victoria Palace Station karena deket banget. 

London-1748




London-1749

Sambil menunggu pertunjukan mulai, gue berjalan di sekitar Victoria Palace. Beruntung di dekat venue sedang diadakan bazaar sederhana. Ada makanan manis seperti brownies sampai makanan besar seperti Chicken Pad Thai Noodles. Sangat cukup untuk mengisi perut yang kelaparan.

London-1736

London-1740

London-1742

London-1744


Terkadang, browsing ala kadarnya alias iseng suka menuntun loe ke tempat unik yang melebihi ekspektasi. Contohnya ? Ketika gue kekeuh ingin ke sebuah kafe bernama Kaffeine. Gue tidak begitu kaget ketika mengetahui tempat Kaffeine itu begitu kecil, hanya beberapa bangku dan meja di dalamnya, dan hanya sekitar enam bangku yang ditempatkan di luar. Gue membeli sepotong Dark Chocolate Brownie dan segelas Caffe Mocha. Sang barista pun mempersilahkan gue duduk dan akan mengantarkan pesanan gue dengan segera. Beruntung gue tidak sendirian, gue ditemani teman sepermainan semasa kuliah. Awalnya kami berdua merasa ragu akan rasa kue dan minuman yang kami pesan. Tapi lagi-lagi melebihi ekspektasi. Kue yang kami pesan begitu enak dan terasa lebih enak ketika didampingi dengan minuman yang kami pesan. Caffe Mocha yang gue pesan rasanya sangat berbeda dari yang selama ini gue minum di beberapa cafe di Jakarta. Terasa harum dan hangatnya rum yang tidak begitu menyengat sehingga rasanya menjadi begitu khas, yang tidak akan bisa gue dapatkan di cafe manapun di Jakarta.

London-1759

London-1757

Gue akui, London membuat betis gue berkonde. Memang sih, kemana-mana gue naik tube, tapi naik turun tangga dan mengambil rute line alternatif membuat gue cukup hafal dalam mengetahui rute yang harus gue lewati sesuai dengan tempat tujuan. Nah, dari stasiun yang gue tuju terkadang masih harus berjalan agak jauh lagi untuk sampai di tempat tujuan. Misalnya, jarak dari Wisma Indonesia ke stasiun kereta Colindale saja harus berjalan selama 10 menit. Belum lagi menelusuri Oxford Street yang merupakan kumpulan toko seperti Primark, dan Apple Store.

Perjalanan terjauh yang gue tempuh adalah saat gue pergi ke O2 Arena, dari Colindale ke venue melalui sekitar 12 stasiun. Untuk mencapai O2 Arena, gue harus turun di North Greenwich Station menggunakan Jubilee Line, dari Colindale gue naik Nothern Line, turun di Waterloo lalu naik Jubilee Line lalu turun di North Greenwich Station. Nah, sayangnya pada hari itu Northern Line sedang tidak beroperasi. Jadi gue harus naik bis dari dekat Wisma Indonesia menuju Kingsbury Station, lalu naik Jubilee Line langsung menuju North Greenwich. Dan voila! Sampailah gue di O2 Arena, tiga jam sebelum pintu venue konser dibuka. Mending kecepetan daripada telat khan ?

Dan seperti inilah tampak dalam O2 Arena

London-1772

Kalian tahu artis YouTube, Gabriel Aplin? Gue bukan penggemar berat dia, tapi untuk melihat konser penyanyi kesukaan gue, Gabriel Aplin harus mengisi acara dulu dengan menyanyikan 6 lagu.

London-1775

Setelah melalui penampilan Gabriel Aplin selama kurang lebih 30 menit dan cuma lagu "Please Don't Say You Love Me" yang gue tahu, penonton diberi jeda selama 20 menit untuk membeli makan, minum atau bahkan ke kamar kecil.

Tepat jam 9.20 malam waktu London, lampu di dalam panggung utama O2 Arena di matikan. Seruan dan tepuk tangan penonton memenuhi ruangan hampa dalam seketika. Lalu muncullah penyanyi yang gue maksud. Dia adalah... JOHN MAYER !

London-1783

London-1789

Tujuan utama gue ke London adalah untuk melihat konsernya. Iya gue tau, gue gila. Gue ngga tajir tapi gue mampu.  Gue benar-benar bernyanyi dan berseru lepas selama konser berlangsung. Akhirnya satu hal yang ingin gue lakukan sebelum menikah berkurang satu. Konser berlangsung selama satu setengah jam dan gue kembali ke Wisma Indonesia menggunakan tube dari North Greenwich menuju Kingsbury, lalu dijemput oleh supir wisma. Begitu menempelkan badan di kasur dengan pakaian tidur, gue masih bersenandung lagu Why Georgia milik John Mayer, lalu perlahan-lahan gue pun tertidur.

Comments

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Menantang Raga Mungil untuk Coldplay di Sydney