Kunci Dari Berkarya Adalah Kebebasan


Photobucket

Pada tanggal 27 Januari 2013, saya ditugaskan oleh media baru di tempat saya bekerja untuk meliput sebuah acara musik di Score! Cilandak Town Square (Citos). Saya selalu tertarik dengan diskusi musik, mulai dari membahas tentang vinyl sampai proses sebuah band bergabung dengan label rekaman. Pada acara itu Denny Sakrie, Melanie Subono dan Beben dari Sinjitos menjadi pembicara. Melanie Subono memang jarang tampil di TV, ketika ditanya apa yang membuat Melanie Subono jarang tampil di TV, Melanie menjawab bahwa tampil di TV bukan barometer untuk menjadi terkenal karena pada dasarnya bermain musik harus dilakukan dengan jujur dan murni.
Dan Melanie berpendapat bahwa poin lebih dalam berseni adalah kebebasan. Tak khayal banyak band yang membuat rekaman sendiri tanpa bantuan label rekaman karena seringnya misi kedua pihak yang bertolak belakang dan kini makin banyak media yang bisa digunakan untuk membantu dalam promosi. Seperti Twitter, Soundcloud bahkan download gratis sebagai langkah awal di website resmi sebuah band. “Kadang-kadang free download aja masih ada yang complain”, ujar Denny Sakrie. Menurut Beben, kesukaan seseorang terhadap suatu band itu tidak bisa digeneralisasi karena kembali ke soal selera. Bahkan menurut Denny Sakrie, sebuah band tidak perlu memikirkan apa genre mereka dan membiarkan publik yang menilai karena tidak akan ada habisnya. Ketika muncul pertanyaan kenapa musisi yang kualitasnya bagus dikalahkan oleh boy / girlband, Beben menjawab bahwa musik adalah musik. Bersifat bebas dan pada akhirnya kembali ke selera karena kebebasan membantu dalam berkarya atau bermusik.

“Kita harus berterima kasih kepada Kofaku Band’, ujar Denny Sakrie. “Kenapa ? Karena Kofaku Band membuat band mainstream menjadi cutting edge”. Jujur dan tulus dalam berkarya adalah salah satu jalan musisi untuk survive. Berkarya adalah berkarya. Berkarya untuk dikenal itu tidak murni. Melanie memberi pesan di akhir diskusi kepada para musisi : “Berkarya kalau dilakukan dengan hati, usaha dan kerja keras akan ada hasilnya. Jika dikit-dikit patah semangat, berarti bukan di situ minat loe”

Semenjak saya menjadi reporter untuk gigsplay, saya menjadi penggemar band indie seperti The Trees and The Wild dan White Shoes and The Couples Company. WSATCC memang terbilang band lama tetapi saya menikmati musik mereka semenjak saya mendengar lagu "Senandung Maaf". Begitu juga dengan TTATW, ketika lagu "Irish Boy" diputar di radio, saya sempat mengira bahwa itu lagu yang dibawakan oleh penyanyi atau band luar negeri, ternyata yang menyanyikan lagu itu adalah sebuah band yang berasal dari Bekasi. Semenjak itu, saya "mengejar" kemanapun mereka manggung, sayangnya kini Iga Massardi sudah tidak di band itu lagi. Mungkin karena banyak band indie yang menggunakan lirik dalam berbahasa Inggris, hanya beberapa orang yang benar-benar menyimak. Atau ada juga yang menyimak dari aransemen yang mereka buat. Saya sendiri masih mengikuti beberapa penyanyi dan band mainstream tanah air, seperti Sheila on 7 dan Padi. Band indie lebih banyak diundang ke acara musik sekolah atau kampus karena sasaran pendengar mereka adalah anak muda seperti anak sekolah dan anak kuliahan.

Saya tumbuh di generasi 90an dimana pada masa itu kakak saya mendengarkan lagu-lagu dari Guns N Roses, Nirvana, U2 dan Red Hot Chili Peppers, tapi bukan berarti saya tidak mengikuti perkembangan musik. Saya penggemar musik dari Foo Fighters, Arkarna, Oasis, Pussycat Dolls dan My Chemical Romance seiring dengan berkembangnya jaman dan aliran musik yang ada. Yah, Insya Allah suatu hari nanti saya bisa nonton musisi kesukaan saya di Glastonbury seperti Daft Punk, Muse dan Kasabian. Doakan saja :p

Comments

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Menantang Raga Mungil untuk Coldplay di Sydney