#BIJITrip. London: Seniman Jalanan, Camden Lock dan Jayne Elizabeth Francis


London adalah kota yang paling aku suka dari sekian banyak kota di luar negeri yang udah aku kunjungi. Segala macem mahal di kota London itu bukan mitos, tapi nyata senyata-nyatanya. Kenapa aku suka kota London? Baiklah, ini alasannya:


  1. Transportasi dan Komunikasi. Buatku, transportasi di kota London terjangkau dari sisi lokasi stasiun, jadi kemana-mana gampang. Untuk ongkos perjalanan, cukup mahal jika beli yang harian. Lebih enak pakai kartu Oyster karena bisa dipakai untuk underground train dan bis. Buat orang yang suka kelayapan, punya kartu Oyster dengan saldo perbulan sesuai zona yang dituju, termasuk praktis. Begitu juga dengan data paket handphone, satu bulan cukup 2GB, koneksi kenceng begitu juga dengan wifi publiknya.
  2. Tempat wisata. Emang sih, kesannya turis banget tapi tempat wisata di London cukup banyak meskipun London adalah kota kapitalis yang besar dan modern. Aku termasuk orang yang suka nongkrong di taman kota dan tempat terbuka lainnya, apalagi yang banyak makanannya. Yuk mareeeeee!
  3. Penduduk kota. Kalau kota Jakarta adalah lautan motor dan mobil, kota London adalah lautan pejalan kaki dan bus double deck. Sekalinya kamu datang ke Oxford Circus di hari Sabtu malam, kamu bakal kapok sekapok-kapoknya jadi orang berada di antara lautan manusia dan aku rasa kamu bakal merasa mendingan kamu ngider di Mangga Dua selama dua jam daripada jalan kaki dari perempatan Oxford Circus sampe ujung jalan Tottenham Court Road. Ngga percaya? Silahkan dicoba sendiri.
  4. Intinya: London punya apa yang gue butuhin.

Okay, lanjut. Aku menghabiskan waktu selama 21 hari di London setelah dari Reykjavik, Iceland, untuk #IcelandTrip dari @KartuPos. AKHIRNYA aku merasa nyaman, tentram dan sejahtera karena aku sampai di kota yang mana penduduknya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utamanya. Percayalah teman-teman (terutama yang cewek, penggemar Harry Potter dan TV seri Sherlock Holmes), cowok kece dengan aksen British yang kental itu sexy tiada tanding dan banding.

Ini kali ketiga aku mengunjungi kota London dan ngga akan bosen (selama masih punya duit sih). Traveling ngga akan sah kalo ngga berkenalan dengan orang lokal dan traveler lainnya. Jadi aku mencari Couchsurfing Meeting yang ada di London dan ngga jauh dari penginapan. Sebelum ke Iceland aku menginap di Wisma Indonesia, otomatis kemana-mana termasuk jauh. Wisma Indonesia terletak di zona 4, sedangkan kebanyakan acara diadakan di zona 1. Anggap aja zona 4 itu Tangerang, dan zona 1 itu Senayan. Lumanyun khan? Meskipun kemana-mana bisa dijangkau dengan kereta, kalau tempat tinggal jauh dari pusat kota, mau ngga mau harus pulang lebih cepat biar aman, apalagi aku traveling sendirian. Setelah dari Iceland, aku menginap di sebuah hostel bernama Generator Hostel di 37 Tavistock Square, tidak jauh dari Russell Square Underground Station. Aku berniat datang ke Couchsurfing Meeting yang diadakan di Zebrano, ngga jauh dari Oxford Circus Underground Station. Untuk acara-acara para traveler terutama Couchsurfer, bisa diliat di website Couchsurfing atau download aplikasinya di App Store iOS. 

Aku berkenalan dengan traveler asal Melbourne, Australia, bernama Jayne Elizabeth Francis di kamar hostel dan dia juga dalam perjalanannya di Eropa selama 2 bulan. Orangnya periang, lucu dan pintar. Dia mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di sebuah universitas di Melbourne. Dia menghabiskan waktu selama 3 malam di London, karena di hari terakhir dia bingung mau ke mana, aku mengajaknya ke Camden Market. Dia aja yang cuma 3 hari di London, bisa ngga ada rencana ke mana karena bingung. Apalagi aku yang ngabisin waktu 3 minggu? #tertawabahagia. Inti dari Camden Market adalah, datang, jalan-jalan, makan, kenyang, pulang. SERIUS. Karena di sana tenda-tenda makanannya jauh lebih menarik daripada tenda-tenda yang menjual barang bekas. Yah, namanya juga traveler. Beli makanan adalah prioritas, karena selama traveling mau ngga mau makan makanan yang bisa dimakan dan ngga bisa pilih-pilih.







Selain musisi, di kota London banyak sekali seniman jalanan. Dari stand-up comedy, penyanyi opera sampai orang-orang yang memakai kostum ala cerita dongeng sebagai street photo booth. Kita bebas untuk berfoto sama mereka dengan "bayaran" seikhlasnya. Aku salut sama mereka yang repot-repot bawa peralatan lengkap mereka. Musisi jalanan bawa stand mic dan aplifier sendiri, orang-orang yang membuat street photo booth pun dandannya total, dan mereka tetap bersemangat mencari uang yang jumlahnya ngga menentu setiap harinya, terutama di musim gugur menuju musim dingin.




Comments

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Ketika Kita Sendiri yang Membuat Jalan Buntu