Tujuh Jam Di Udara dan Sydney Tanpa Kesedihan

Kamis, 23 Februari.
Saya dapat flight tengah malam untuk kesekian kalinya, berangkat dari rumah sekitar jam setengah 8 malam karena harus berkumpul jam 9 malam di meeting point. Saya sempat kikuk, karena sejauh mata memandang di meeting point, hanya saya yang usianya dibawah 30 tahun. Berawal dari merasa asing, dalam liburan bersama selama 5 hari kami semua menjadi akrab. Dua puluh orang berangkat dari Jakarta menuju Sydney dengan penerbangan GA 715 jam setengah 12 malam dan penerbangan memakan waktu selama 7 jam lamanya. Hal yang saya benci ketika bepergian dengan pesawat adalah, saya tidak kebagian duduk di samping jendela dan itu membuat saya tidak bisa tidur. Saya ingat ketika saya pulang umroh pada tahun 2008, saya yang seharusnya duduk di sebelah jendela, malah duduk di kursi sebelahnya karena kursi saya diserobot ibu-ibu *yeaaah, you know their habit lately*. Percayalah, saya tidak bisa tidur dan mabuk udara dalam sekejap. Balik ke penerbangan ke Sydney.


Jumat, 24 Februari
Kami tiba di Sydney di hari Jumat sekitar jam 10 pagi. Perbedaan waktu antara Jakarta dan Sydney adalah 4 jam (pukul 10 pagi di Sydney = pukul 6 pagi di Jakarta). Setiba di Sydney kami diajak jalan-jalan terlebih dahulu sebelum check-in di hotel Bayview Boulevard di 90 William Street. Termasuk perjalanan yang sangat melelahkan karena kami diajak berkeliling setelah 7 jam berada di pesawat.

Sabtu, 25 Februari.
Menjelang malam kami menikmati acara bebas. Saya pergi ke kasino The Star karena ajakan beberapa teman dari rombongan yang sama. Jujur, ini pertama kalinya saya pergi ke kasino yang bisa dibilang cukup besar. Dalam hati saya,"Sebanyak inikah orang yang ingin mendapatkan uang banyak dengan cara haram ?". Saya hanya mengamati teman saya bermain permainan yang ada di film Casino Royale. Dari bertaruh sebanyak 500 dollar Australia, dia membawa pulang 2000 dollar Australia. Malam masih terang, tapi jam 11 saya sudah kembali ke hotel karena hari minggu adalah hari bebas seharian. Jadi saya tidur cepat agar bisa bangun pagi di hari minggu.

Minggu, 26 Februari.
Sebenarnya saya bisa nekat pergi ke Soundwave Festival. Tapi karena di website tiket sudah habis dan venue cukup jauh dari hotel, akhirnya saya mengurungkan niat untuk pergi karena takut kenapa-kenapa pergi ke festival musik besar di negara orang. Padahal ada Alter Bridge, Limp Bizkit, Underoath, Slipknot dan masih banyak lagi. Saya dan 9 orang lainnya pergi jalan - jalan menuju Westfield dengan jalan kaki. Kami jalan melewati Darling Harbour dan menuju Hard Rock Cafe, tujuan utama saya dalam city tour di hari itu.

Young Cello Player

Alone

Little Girl

Sayangnya, Darling Harbour di hari Minggu tidak disinari matahari sedikitpun dan saya tidak membawa payung. Khawatir akan hujan, saya dan teman saya pergi kembali ke Westfield dengan menggunakan taxi. Di Westfield terdapat mall yang sangat megah dan entah kenapa pada saat itu yang saya cari adalah public free wi-fi karena di hotel tidak terdapat fasilitas wi-fi. Setelah menghilangkan rasa penasaran akan Westfield, akhirnya kami menuju surga dunia bernama WoolWorth dimana semua jenis snack dan coklat dijual. Saya membeli beberapa coklat Kit Kat yang tidak dijual di Indonesia. Di WoolWorth, saya mendapat Kit-Kat rasa Cookies and Cream yang tebalnya tiga kali lipat dari Kit Kat bar biasa dan harganya hanya 1,50 dollar Australia.

Pengendara Sepeda di Sydney
Saya cukup kagum dengan lalu lintas yang tertata rapi meskipun saat saya sedang jalan - jalan di Darling Harbour, suasananya tidak jauh beda dengan Orchard Road di Singapore. Di hari Minggu banyak keluarga yang menikmati ramainya Darling Harbour dari siang hingga sore. Di Sydney, jalur untuk sepeda tidak terletak di trotoar seperti di Bandung. Jalur sepeda di Sydney diatur rapi seperti busway di Jakarta, diberi pembatas dari beton seukuran batu bata beserta lampu lalu lintasnya. Tidak sedikit pengendara sepeda yang memakai perlangkapan dari kaki sampai kepala dan juga yang bersepeda tanpa perlengkapan. Yang saya yuka, sampai orang tua pun ikut bersepeda di Darling Harbour.

We Walk

For Bike

Good Afternoon, Sydney

Bikers In Sydney

Senin, 27 Februari.
Saya dan teman - teman kembali ke Indonesia dengan pesawat GA 713 penerbangan pukul 13.00 waktu Sydney, dan kembali menikmati 7 jam di atas pesawat. Cara ampuh untuk membunuh kebosanan di pesawat karena tidak bisa tidur adalah dengan memnonton film yang ada. Saya ahirnya menonton film Tintin *duh, telat bangeeeeeeet* dan film 50/50 meskipun saya tidak menonton sampai habis karena keburu landing. Jadi saya tidak tahu ending dari film 50/50 padahal tinggal 20 menit lagi *mewek tak terhingga*

Senang rasanya bisa kembali ke tanah air meskipun Sydney merupakan kota yang nyaman buat saya. Insya Allah saya akan kembali ke sana kalau ada rejeki dan ingin tinggal lebih lama. Di blog post berikutnya, saya akan coba merangkum tentang Travel Writing dari buku Lonely Planet's Guide to Travel Writing yang tidak sengaja saya temui di toko buku Lonely Planet di bandara Sydney. Buku ini sangat berguna bagi Travel Writer, bagi yang ingin membeli buku ini dijual di Amazon.com.

Selamat traveling, hai travelers. Nikmatilah waktu dan uang yang kalian punya dengan traveling, selain menambah wawasan, traveling juga menambah teman. Kalau kalian bingung mencari teman jalan di luar negeri, coba mampir ke Regional Kaskus sesuai dengan negara yang kalian tuju.

Comments

  1. Hihi, ketemu penumpang yang serobot kursi emang gak enak. Seringkali aku denger anggapan, "kenapa sih buru-buru banget proses boarding, kayak takut banget ketinggalan pesawat."

    Nah kalo aku ya untuk menghindari kerempongan perihal kursi ini. Kadang, sengaja pilih jendela dengan web check in atau datang ke konter check in lebih awal biar bisa request, eh ketika dipesawat diserobot. Mending kalo bisa dikomunikasiin baik-baik.

    Aku (hampir) selalu duduk di jendela biar bisa motret awan. Suka soalnya :)

    omnduut.com

    ReplyDelete
  2. Tahun 2012 fotonya udah bagus2 :')
    Ditunggu update jalan2nya lagi kak

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

What If We're Dating

Toleransi, Hati Nurani dan Akal Sehat.

Ketika Kita Sendiri yang Membuat Jalan Buntu