Posts

Showing posts from 2017

Ketika Menjadi Relawan (Fotografer) Tidaklah Mudah

Image
Setelah lulus kuliah di tahun 2013, menunda revisi selama setahun (jangan ditiru), lalu diwisuda tahun 2014, aku memutuskan untuk tidak mengambil kerja kantoran dulu dan memilih untuk berkeliling dunia dari tabungan yang seharusnya aku pakai buat nikah (baca: batal manten). Kalau kalian baca tulisan-tulisanku sebelumnya, setelah lulus aku pergi ke (yang awalnya) ke empat negara dan empat kota, menjadi enam kota dan enam negara, satu di antaranya hanya perjalanan selama satu hari (one day trip), yaitu ke Brussels, yang satu lagi adalah trip impulsif bersama sahabat ke Praha, kami menghabiskan waktu selama lima malam di sana. Dan trip selama dua bulan itu kuberi nama #BIJITrip.   Setelah #BIJITrip berakhir di awal bulan Desember 2014, aku mengambil kegiatan relawan di Nepal bersama IVHQ pada bulan April 2015 bersama 19 relawan lain dari berbagai negara. Setelah dari situ aku memutuskan untuk mengikuti kegiatan relawan di Indonesia yang sekiranya cocok buatku, karena tabunganku terkuras h

One of Lifetime Achievements Unlocked: U2 Live in Concert, 2017.

Image
  Di saat kebanyakan orang pengin nonton konser Coldplay, aku malah pengin banget nonton konser U2. Iya aku tau itu band tua, personelnya opa-opa semua tapi aku suka lagu-lagunya. Untuk urusan trip konser, aku selalu mengandalkan @KartuPos. Di bulan Januari, @KartuPos mengeluarkan paket trip konser U2 The Joshua Tree Tour di Twickenham Stadium, London. Karena itu konser U2, dan di kota London pula, aku langsung hubungi @KartuPos aka Kenny Santana. Paket trip yang biasa disebut #KartuPosTrip yang dibuat oleh Kenny bisa dibilang relatif terjangkau dan lokasi akomodasi yang dipilihnya pun termasuk bagus. Awalnya aku berniat menjadikan trip konser ini sebagai trip terakhir sebelum aku memulai kuliah master di bulan Agustus nanti, tapi ternyata Ed Sheeran bakal konser di Singapore dan aku langsung beli paket #KartuPosTrip meskipun nyicil. Emang ya, kalo udah biasa nonton konser sampe luar negeri, apalagi ngga jauh dari Indonesia dan kita suka banget sama musisinya, bakal dijabanin meskipun

Nepal: "Nuri, Kami Minta Besok Kamu..."

Image
Di IVHQ ini, para relawan boleh memilih berapa lama program yang akan mereka jalani. Natalie (yang berbaju abu-abu) hanya dua minggu di program Childcare, dan kami mengadakan makan malam sebagai acara perpisahannya. Beruntung aku bawa tripod, jadi ada foto kami semua, lengkap dengan anak tunggal Amma dan Baba. Meskipun hanya dua minggu, berkenalan dan berteman dengan Natalie sangatlah menyenangkan. Dia bekerja sebagai akuntan sebuah perusahaan. Ketika para relawan di Pokhara makan malam bersama setelah gempa *Iya, kami sesantai itu*, dia yang paling sibuk menghitung uang saat bon keluar. Natalie berasal dari Malaysia tapi besar dan bekerja di Canada. Beberapa hari setelah kepulangan Natalie ke negaranya, aku mencoba untuk menghubungi staff Deplu yang berada di Kathmandu untuk melakukan sensus, awalnya enggan karena khawatir. Ternyata benar. "Nuri, kami minta besok kamu ke Kathmandu untuk kembali ke Indonesia bersama WNI lainnya". Aku patah hati karena aku sudah terlanjur beta

Nepal: "KELUAR! GEMPA!"

Image
Beberapa bulan lalu aku ngga sengaja mengapus tulisan tentang Nepal bagian kedua, padahal itu bagian serunya waktu aku di Nepal dua tahun lalu. Gila, udah dua tahun aja. Time flies! Setelah menjalani orientasi di kota Kathmandu selama 5 hari, aku dan beberapa relawan pindah ke Pokhara sesuai dengan program yang kami pilih. Aku, Natalie, dan Shirley memilih program yang sama, yaitu bekerja di rumah yatim piatu. jarak dari rumah ke lokasi kerja ngga jauh, cuma tiga atau 4 kali koprol (jalan kaki 30 detik - 1 menit) juga sampe. Jam kerja kami dimulai dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore, setelah itu kami boleh tetap bermain di sana sampai jam makan malam atau pergi ke tempat lain.  Anak-anak di Annapurna Self-Sustaining Orphan House berusia dari 4 tahun sampe 18 tahun, dan mereka belajar di boarding school dekat rumah, makanya mereka bisa berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Inggris. Kami bertiga harus membiasakan diri dengan keadaan rumah dan lingkungan yang apa adanya, tantangan terberat

Nepal: Menjadi Relawan Bersama IVHQ

Image
Akhirnya, setelah sibuk mengerjakan ini-itu, ketemu orang dari sini-situ dan ngurus ini-itu, aku bisa menulis tentang pengalamanku selama di Nepal bulan April lalu dalam rangka menjalani volunteer program (yang seharusnya berjalan selama) sebulan. Setelah menjalani #BIJITrip tahun lalu yang bisa dibilang cukup mewah karena menguras harta, aku ingin bepergian ke negara yang penuh tantangan, mulai dari bahasa hingga budaya yang sangat berbeda dan butuh penyesuaian yang tidak mudah. Karena itulah aku memilih Nepal, yang tidak jauh dari Indonesia. Dari Jakarta ke Kathmandu via Kuala Lumpur dengan pesawat ditempuh dalam waktu total selama 7-8 jam, tergantung lamanya transit di Kuala Lumpur dengan maskapai Malaysia Airlines. Aku sengaja memilih penerbangan subuh agar tiba di Kathmandu siang hari.  Setibanya di Kathmandu International Airport aku dijemput oleh perwakilan dari IVHQ, di hari kedatangan yang sama denganku, aku menuju akomodasi bersama Ammar (Jeddah), Max dan ibuny

"Gaes, gue ngga bisa pulang" - #JapanAsik

Image
Kota tujuan terakhir kami adalah Tokyo. Dan apapun keadaannya, aku ngga siap menghadapi Tokyo. Keramaiannya, mahalnya, hedonnya, dinginnya, dan masih banyak lagi. Tapi kalo udah pergi rame-rame begini, setiap detik dibawa asik ajah meskipun hampir setiap detik menahan dingin dan nyaris bersumpah serapah karena udah ngga tahan sama dinginnya. Hiks. Btw, foto-foto di bawah ini diambil di taman setelah kami pergi ke Museum Studio Ghibli. Kalau udah liat foto-fotonya kece kayak gini, jadi pengin ikut bepergian sama Goenrock ngga sih? *lah* Photos by @Goenrock Angin di Tokyo di hari-hari terakhir kami di Jepang sama sekali ngga masuk akal, sama seperti sikap (mantan) pacar yang tau-tau berubah dan diikuti rasa penasaran padahal sebelom berangkat baik-baik aja, sama-sama ngga masuk akal khan? *udah iyain aja biar cepet*. Bisa dibilang, hampir semuanya ada di Tokyo. Mulai dari toko sepatu yang isinya sepatu-sepatu limit edition, toko kamera, sampai *ehm* toko sex toys. Aku ngga bawa uang